HIPERTENSI
I.
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi,
mendorong perubahan pola gaya hidup masyarakat seperti perubahan sosial
ekonomi, lingkungan, perubahan struktur penduduk serta perubahan pola penyakit
dari penyakit infeksi menjadi penyakit tidak menular (PTM). Salah satu penyakit
tidak menular yang sangat berbahaya adalah hipertensi.Hipertensi juga disebut
silent killer karena penyakit ini sering tidak menimbulkan gejala namun dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas Umumnya,
seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan darah berada di atas
140/90 mmHg. Hipertensi dibedakan menjadi dua macam, yakni hipertensi primer
(esensial) dan hipertensi sekunder. Hipertensi dipicu oleh beberapa faktor
risiko, seperti faktor genetik, obesitas, kelebihan asupan natrium,
dislipidemia, kurangnya aktivitas fisik, dan defisiensi vitamin D (Dharmeizar,
2012).
Prevalensi hipertensi yang terdiagnosis dokter di
Indonesia mencapai 25,8% dan Yogyakarta menduduki peringkat ketiga prevalensi
hipertensi terbesar di Indonesia. Tingkat prevalensi hipertensi diketahui
meningkat seiring dengan peningkatan usia dan prevalensi tersebut cenderung
lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah atau masyarakat
yang tidak bekerja (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
II.
ISI
Hipertensi adalah nama lain dari tekanan darah tinggi. Kondisi ini dapat
menyebabkan komplikasi kesehatan yang parah dan meningkatkan risiko penyakit
jantung, stroke, dan terkadang kematian. Hipertensi dapat diketahui dengan cara
rajin memeriksakan tekanan darah. Untuk orang dewasa minimal memeriksakan darah
setiap lima tahun sekali.
Hasil tekanan darah ditulis dalam dua angka. Angka pertama (sistolik)
mewakili tekanan dalam pembuluh darah ketika jantung berkontraksi atau
berdetak. Angka kedua (diastolik) mewakili tekanan di dalam pembuluh darah
ketika jantung beristirahat di antara detak jantung.
Seseorang bisa dikatakan mengalami hipertensi bila ketika diukur pada dua
hari yang berbeda, pembacaan tekanan darah sistolik pada kedua hari adalah
lebih besar dari 140 mmHg dan / atau pembacaan tekanan darah diastolik pada
kedua hari adalah lebih besar dari 90 mmHg. Dalam jurnal Joint National
Committee on Prevention menyatakan hipertensi menurut JNC 7adalah suatu peningkatan
tekanan darah sistolik >120 mmHg dan tekanan diastolik >80 mmHg. Penyakit
ini tidak hanya didderita oleh orang yang berusia ;anjut atau lansia,
hipertensi juga bias didderita oleh orang yang berusia muda sekalipun.
Karenanya itulah memngapa penyakit ini disebut penyakit silent killer. Salah satu contoh PTM adalah penyakit hipertensi
yang menjadi permasalahan kesehatan sangat serius. Hipertensi disebut juga
sebagai the silent killer (CDC,2002). Penyakit ini akan menyerang berbagai
organ dan menyebabkan penyakit lain contohnya adalah serangan jantung, stroke,
gangguan ginjal, dan juga kebutaan.5 Menurut hasil dari beberapa penelitian
diketahui bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol akan meningkatkan
risiko terkena stroke sebanyak 7 kali dan 3 kali lebih besar berisiko serangan
jantung (WHO,2005).
Tiga juta orang dengan penyakit hipertensi di seluruh dunia meninggal
dunia dari 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia. Global Status Report
on Noncommunicable Disease tahun 2010 menunjukkan bahwa sebesar 40% negara
berkembang mengalami hipertensi. Afrika merupakan kawasan dengan penderita
hipertensi paling tinggi dengan persentase sebanyak 46%, kemudian Asia Tenggara
dengan persentase sebanyak 36% dan kawasan Amerika dengan persentase kejadian
hipertensi sebanyak 35%. Perkembangan hipertensi saat ini diperkirakan satu
dari tiga orang dewasa di seluruh dunia memiliki tekanan darah tinggi dan
peningkatan tersebut terjadi seiring dengan bertambahnya usia, yaitu satu dari
sepuluh orang berusia 20-an dan 30-an sampai lima dari sepuluh orang berusia
50-an (WHO, 2013). Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun
sebesar 25,80%, tertinggi di Bangka Belitung (30,90%), Kalimantan Selatan
(30,80%), Kalimantan Timur (29,60%) dan Jawa Barat (29,40%). Prevalensi
hipertensi di Jawa Timur sebesar 26,20%. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan
bahwa jumlah penderita hipertensi di Indonesia dilihat dari jenis kelaminnya
lebih banyak pada perempuan yaitu sebesar 28,80% dibandingkan dengan laki-laki yang
hanya 22,80% (Kemenkes RI, 2013).
Karena hipertensi yang seringkali tidak menimbulkan gejala maka dari itu
hipertensi dapat menyebabkan masalah serius. Heriziana (2017) mengungkapkan
bahwa hipertensi seringkali tidak menimbulkan adanya suatu gejala tertentu pada
penderitanya, sehingga banyak dari penderita hipertensi baru sadar terkena
penyakit tersebut ketika telah menimbulkan berbagai gangguan organ seperti
gangguan fungsi jantung atau stroke. Penelitian yang dilakukan oleh Novriyanti,
Usnizar, & Irwan (2014) juga menunjukkan hasil bahwa semakin lama
hipertensi diderita oleh seseorang, maka risiko munculnya penyakit jantung koroner
akan semakin tinggi.
Hipertensi tidak hanya dipicu oleh beberapa faktor risiko, seperti faktor
genetik, obesitas, kelebihan asupan natrium, dislipidemia, kurangnya aktivitas
fisik, dan defisiensi vitamin D saja, gangguan tidur juga dapat menjadi faktor
resiko seseorang terkena hiepertensi Banyak faktor dapat mempengaruhi kualitas
maupun kuantitas tidur. Hasil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami gangguan tidur tidak
hanya disebabkan oleh faktor tunggal, melainkan dari beberapa faktor, misalnya
seseorang yang memiliki suatu penyakit yang menimbulkan rasa nyeri, mereka akan
mengalami gangguan ketika tidur karena merasakan ketidaknyamanan fisik yang
berakibat kepada berkurangnya jumlah jam untuk tidur (Alsaadi et al.,
2014). Liu et al (2016) juga menyatakan
bahwa gangguan tidur lebih banyak dialami oleh penderita hipertensi
dibandingkan seseorang dengan tekanan darah normal. Pola tidur setiap orang
berbeda-beda tergantung dari kelompok usianya. Pola tidur normal pada dewasa
muda (usia 18 tahun sampai dengan 40 tahun) tidak jauh beda dengan jumlah jam
tidur ketika usia remaja yaitu sekitar 7-8 jam/hari 20-25% tidur REM, Usia
dewasa menengah (usia 40 tahun sampai dengan usia 60 tahun), jumlah jam tidur
sama dengan ketika seseorang berada pada usia dewasa muda yaitu sekitar 7-8
jam/hari 20% tidur REM. Pola tidur orang dewasa berbeda dengan dewasa muda.
Seseorang yang berada pada usia dewasa menengah, mungkin akan mengalami
insomnia dan sulit untuk tidur. Usia dewasa tua (usia > 60 tahun) tidur
sekitar 6 jam/hari 20-25% tidur REM dan individu dapat mengalami insomnia dan
sering terjaga sewaktu tidur. Seseorang yang berada pada usia ini, akan
mengalami penurunan pada tahap IV NREM (Non-rapid Eye Movement), bahkan kadang
tidak ada (Mubarak, 2008).
III.
PENUTUP
3.1KESIMPULAN
Kemenkes RI mengemukakan bahwa dimana proporsi
perempuan yang menderita hipertensi lebih banyak daripada laki-laki dan
terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan hipertensi yang ditunjukkan oleh
data Riskerdas 2013. Karakteristik penderita berdasarkan usia, didapatkan bahwa
sebagian besar penderita yang menderita hipertensi berada pada kelompok usia 41
– 60 tahun. Rata-rata responden yang hipertensi memiliki kualitas tidur yang
buruk.
3.2
SARAN
Alangkah baiknya jika kesehatan sejak dini agar
dapat menghindari penyakit hipertensi ini. Sehingga dengan begitu maka angka
penderita hipertensi di Indonesia juga menurun.
DAFTAR
PUSTAKA
Alsaadi, S. M.,
McAuley, J. H., Hush, J. M., Lo, S., Lin, C. C., Williams, C. M., & Maher,
C. G. (2014). Poor sleep quality is strongly associated with subsequent pain
intensity in patients with acute low back pain. Arthritis & Rheumatology,
66(5), 1388–1394.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013.
Riset Kesehatan Dasar.
CDC.
State-specific trend in self report 3rd blood pressure screeningand high blood
pressure- United States 1991-1999. MMWR. 2002;51(21):456.
Dharmeizar. 2012. “Hipertensi” dalam Medicinus.
Volume 25.
Heriziana.
(2017). Faktor risiko kejadian penyakit hipertensi di Puskesmas Basuki Rahmat
Palembang. Jurnal Kesmas Jambi, 1(1), 31– 39.
Kemenkes RI.
(2013). Laporan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013. Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta.
Liu, R., Qian,
Z., Trevathan, E., Chang, J., Zelicoff, A., Hao, Y., & Dong, G. (2016).
Poor sleep quality associated with high risk of hypertension and elevated blood
pressure Wahid Nur Alfi, et al / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (1) 2018, 18-26
in China: results from a large populationbased study. Hypertension Research,
39, 54– 59.
Mubarak, W. I.
(2008). Buku ajar kebutuhan dasar manusia: teori dan aplikasi. Jakarta: EGC WHO/SEARO.
2005.Surveillance of major noncommunicable diseasesin South–East Asia region. Report of an inter-country consultation. Geneva:
WHO.
Novriyanti, I.
D., Usnizar, F., & Irwan. (2014). Pengaruh lama hipertensi terhadap
penyakit jantung koroner di Poliklinik Kardiologi RSUP. Dr. Mohammad Hoesin
Palembang 2012. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 1(1), 55–60.
WHO. (2013). A
global brief on hypertension: silent killer, global public health crisis. World
Health Organization. Geneva.
.
informasinya sangat bermanfaat terimakasih
BalasHapusWaah, bermanfaat sekali kebetulan tetangga saya ada yang mengalami ini
BalasHapuswahh bagus bngt
BalasHapussangat membantu
BalasHapusSangat membantu kaka cantik di tunggu info selanjutnya yaah sangt bermanfaat
BalasHapus